Emas harus dibakar dalam perapian yang panas agar menjadi
murni. Demikian halnya iman kepada Yesus harus mengalami ujian untuk melihat
kemurniannya. KISAH edisi kali ini menceritakan tentang seorang penginjil
bernama Kazim, yang tetap bertahan dalam imannya kepada Yesus meskipun
mengalami penganiayaan yang berat. Dengan pertolongan Tuhan, Kazim dapat
bertahan dan imannya semakin berkobar untuk memberitakan Injil kepada orang
yang belum mengenal Yesus. Selamat menyimak.
BERSAKSI DI DALAM TUNGKU PERAPIAN YANG PANAS
"Kazim" meraba-raba untuk mengambil sapu tangan lusuh dari
kantongnya, lalu menggunakannya untuk membersihkan leher dan alisnya dari
keringat. Dia baru saja menyelesaikan dua belas jam bekerja di ladang, di bawah
matahari terik yang menyengat. Ketika sore menjelang, dia harus kembali pulang
dengan segera, lalu makan chapcati dan nasi. Setelah makan, dia mengambil
Alkitabnya, melompat ke atas sepedanya dan mengayuh sepedanya menuruni jalan
setapak ke desa terdekat. Itulah aktivitas keseharian Kazim. Dia bekerja
sebagai petani di siang hari dan sebagai seorang penginjil di malam hari.
Suatu hari Kazim bersepeda menuju pasar, dia dicegat oleh seorang tua-tua desa
"ber-Agama Lain" bernama Shafiq. Shafiq terganggu dengan Kazim karena
dia tahu Kazim sering berdoa bagi orang-orang "Agama Lain" di dalam
nama Yesus. "Nabi kami adalah nabi yang benar, sementara nabimu (Yesus
Kristus) adalah pembohong," teriak Shafiq.
Dengan iman yang kuat, Kazim menjawab, "Yesus Kristus adalah Tuhan yang
benar dan hidup. Aku menyembah Dia dan mengabarkan firman-Nya kepada orang
lain." Shafiq marah oleh karena respons yang ditunjukkan oleh Kazim
sehingga ia menghasut orang-orang garis keras "Agama Lain" untuk
menyerang Kazim.
Pada tanggal 17 September 2009 sore hari, orang-orang garis keras "Agama
Lain" mengambil tindakan terhadap Kazim. "Aku mengambil Alkitabku dan
bersiap-siap untuk pergi menginjil, tetapi di tengah jalan, Shafiq dan orang-orang
garis keras menyerangku dan memaksaku ikut mereka masuk ke dalam hutan, tempat
mereka memaksaku untuk memotong kayu selama delapan malam, dan berusaha
memaksaku kembali ke 'agama lain'," kata Kazim.
"Setiap kali aku beristirahat, mereka memukulku. Ini terjadi setiap malam.
Mereka berusaha memaksaku menyangkal Kristus, tetapi dengan keras aku menolak.
Roh Kudus memberikan kekuatan padaku dan membimbingku, menguatkanku di hadapan
mereka."
Suatu malam, ketika Kazim sekali lagi mempersiapkan pelayanan malamnya, Shafiq
dan lima orang garis keras menghadangnya. Ketika Kazim melihat mereka, dia
memberikan isyarat memanggil keponakannya yang berusia 7 tahun, bernama Rachid,
untuk mendekat dan berdiri di sampingnya.
"Hari ini mereka akan membunuhku," kata Kazim berbisik kepada Rachid.
"Tolong ambillah Alkitabku dan simpanlah."
Shafiq mengeluarkan pistol dari sarung pistolnya, menodongkannya ke kepala
Kazim dan berkata, "Hari ini, aku akan menembakmu jika kamu tidak mau
menerima nabiku sebagai nabi yang benar."
Dengan percaya diri, Kazim menjawab, "Aku tidak bisa memenuhi
permintaanmu. Jika kamu mau menembakku, lakukan sekarang. Aku rela dibunuh;
tetapi ingatlah, jika ini bukan kehendak surga, kamu tidak dapat
membunuhku."
Seperti Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang menolak mengikuti tuhan Raja
Nebukadnezar, Kazim menolak mengikuti nabinya Shafiq. Dan, seperti tiga orang
beriman ini dalam kitab Daniel, Kazim tahu akibat penolakannya dapat berarti
kematian. Tetapi, dia juga tahu bahwa Tuhan yang dia sembah dapat
membebaskannya dari niat jahat mereka yang mau menangkapnya (Daniel 3:17-18).
Shafiq dengan perlahan menurunkan pistolnya, lalu memanggil polisi. Ketika
polisi tiba, Shafiq memberikan uang suap kepada polisi dan meminta mereka
menahan Kazim. Shafiq menuduh Kazim melakukan perampokan.
Polisi memborgol tangan Kazim dan membawanya ke kantor polisi setempat. Setiap
hari selama hampir dua minggu, mereka mengikat tangannya ke belakang dan
menganiayanya selama kurang lebih 20 menit. Mereka memukul telapak kakinya,
menarik janggutnya, dan menyeretnya di atas lantai yang kotor.
"Sementara mereka menarik janggutku," kenangnya, "Mereka
berkata, 'nabi kami memiliki janggut yang panjang, dan berani sekali kamu
membandingkan nabi kami dengan Yesus!' Mereka memaki dan mempermainkan
aku."
Mereka sering kali menelanjangi Kazim dan mencambuk punggung dan pantatnya
dengan sebuah tali sabuk kulit. Setiap hari, mereka menawarkan kebebasan
kepadanya jika dia mau menjadi "Agama Lain", dan setiap hari dia
menolak tawaran mereka. Setelah mengalami 13 hari penyiksaan fisik, akhirnya
polisi menyadari bahwa Kazim tidak akan menyerah. Mereka secara resmi
menjatuhkan dakwaan palsu atas perampokan yang tidak pernah dia lakukan. Mereka
mengirimnya ke penjara kabupaten.
Pemukulan yang dialami Kazim setiap hari membuatnya lemah, kelelahan, dan susah
berbicara. Sakit yang luar biasa menyebar di seluruh bagian pundaknya, dari
punggung atas sampai ke bawah kakinya. Walaupun tubuhnya patah dan remuk, dia
tetap bertahan dalam iman pada Kristus. Dia merasakan pikiran yang damai dan
terdorong untuk berdoa. Kazim menggenggam sebuah Alkitab di tangannya, tetapi
dia tidak dapat membacanya oleh karena matanya yang bengkak menutup
pandangannya. Tahanan yang lain membacakan Alkitab untuknya dan mereka berdoa
bersama.
Empat bulan setelah penahanan Kazim, pengadilan membebaskannya dengan tebusan.
Ketika dia dan istrinya kembali ke rumah mereka, mereka menemukan bahwa Shafiq
telah pindah ke rumah mereka. Dia memakai barang-barang mereka dan mengambil ternak-ternaknya.
Sekali lagi, Shafiq mengancam Kazim dengan berkata, "Jika kamu tidak
segera meninggalkan desa ini, aku akan menembakmu dan istrimu!"
Hanya dengan uang sekitar Rp 17.000, Kazim dan Yasmeen meninggalkan desa dan
rumah, barang milik pribadi, pakaian, dan ternak mereka. Teman-temannya tidak
mau menerima Kazim karena mereka takut akan pembalasan dari Shafiq, sang
tua-tua desa.
Walaupun menjadi tunawisma dan dijauhi oleh teman-temannya, Kazim tetap
berharap. "Aku tahu bahwa Tuhan akan memberikan pertolongan, tetapi aku
tidak tahu bagaimana Dia akan menolong kami," jelas Kazim. "Ada satu
berkat yang kumiliki dan itu adalah kebebasan dalam mengabarkan firman
Tuhan."
Kazim dan Yasmeen pindah ke desa lain, tempat mereka bertemu dengan seorang
yang baik, yang menerima mereka. Dia memberikan mereka tempat tinggal di gedung
kecil miliknya sampai mereka mampu mandiri secara keuangan, memberikan mereka
pakaian, makanan, dan sebuah Alkitab. Mereka telah memulai lembaran hidup baru
dan mereka secara rutin menghadiri kebaktian gereja.
Organisasi kami memberikan bantuan rumah dan pengobatan untuk Kazim dan
Yasmeen, dan organisasi kami membeli sebuah bajaj untuk Kazim supaya dia bisa
menghidupi keluarganya sebagai seorang sopir bajaj.
Kazim mengatakan kepada kontak kami bahwa dia dan istrinya dikuatkan secara
keimanan ketika kontak kami berdoa bersama mereka. "Kami sudah lupa atas
semua kekhawatiran kami," katanya, "Dan, bahkan hari ini, kami masih
merasa baru di dalam Yesus. Aku memulai setiap pagi dengan berdoa sebelum aku
bekerja dengan bajajku."
Kazim tetap pergi untuk melayani orang lain, dan organisasi kami menolongnya
lagi untuk menghadiri pelatihan penginjilan. Kami memberikan kepadanya dan
kepada para penginjil Pakistan lainnya Alkitab, video kekristenan, dan
alat-alat lain yang mereka butuhkan untuk membagikan Injil.
Diambil dan disunting dari:
Judul buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Edisi November -- Desember 2012
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2012
Halaman: 4 -- 5